Sejarah Kekarantinaan Tertua di Indonesia

Awal mula keberadaan kekarantinaan di Indonesia bisa ditelusuri kembali ke masa kolonial Belanda pada awal abad ke-20. Pada tahun 1911, bangunan karantina dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda atau yang juga dikenal sebagai bangunan Karantina Haji, yang tujuan utamanya untuk menampung jamaah haji yang akan berangkat atau pulang melalui jalur laut dalam pelaksanaan ibadah haji. Lokasi yang dipilih adalah pulau Rubiah, Sabang, di mana lokasi ini dianggap strategis karena lokasinya yang terisolasi namun dekat dengan jalur perdagangan laut.

Menjadi Pintunya Mekkah bagi Indonesia

Seiring berjalannya waktu, bangunan kekarantinaan di Sabang menjadi semacam "Pintu Mekkah" bagi Indonesia. Sejak tahun 1911, seluruh rakyat Indonesia yang ingin menunaikan ibadah haji wajib melalui Aceh, tepatnya Sabang. Hal ini menjadikan Aceh dikenal dengan julukan "Aceh Serambi Mekkah" atau dalam bahasa lokal disebut "Aceh Seuramoe Mekkah", yang artinya Aceh adalah pintu masuk menuju Mekkah bagi umat Islam di Indonesia yang ingin menunaikan ibadah haji ke kota Mekkah, Arab Saudi.

Politisasi dan Taktik Belanda

Meskipun awalnya didirikan untuk keperluan ibadah, bangunan kekarantinaan juga digunakan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk kepentingan politik. Mereka ingin mendeteksi para jamaah haji Indonesia yang mungkin menjadi penggerak perjuangan kemerdekaan. Dengan adanya bangunan tersebut, Belanda dengan mudah dapat mengidentifikasi orang-orang yang pulang dari tanah suci dan menjadi aktivis anti-kolonialisme. Setiap orang yang pulang dari tanah suci diberi label "Haji" di depan namanya sesuai kebijakan Belanda yang dikenal dengan Staatsblad tahun 1903. Dengan pemberian label ini Belanda mampu mendeteksi sedini mungkin akar-akar pergerakan aktivis kemerdekaan dari jalur keagamaan, disadari atau tidak, berdasarkan sejarah peranan Islam sangat besar dalam upaya kemerdekaan Indonesia dan Belanda mampu mengendus hal ini sehingga menjadikan salah satu taktik dalam upaya membungkam anti-kolonialisme.

Sejarah menyaksikan lahirnya Sarekat Islam (1911) yang memiliki gagasan-gagasan revolusioner untuk melepaskan rakyat Indonesia dari kungkungan Belanda. Organisasi yang didirikan HOS Cokroaminoto ini menjadi katalisator politik kepentingan-kepentingan rakyat Indonesia yang ingin segara bebas dari kesengsaraan akibat kolonialisme itu. Disusul kemudian dengan gerakan-gerakan lain yang turut serta dalam upaya revolusioner. Di Yogya lahir Muhammadiyah (1912), di Bandung lahir Persatuan Islam (1923), di Aceh sendiri yang kentara dengan ummat muslim lahir Syarekat Aceh (abad 20an) dan Persatuan Perjuangan Aceh (PPA) tahun 1930-an. Seluruh pergerakan ummat muslim ini membuat Belanda geram dan melahirkan taktik labelisasi "Haji" pada jamaah haji yang pulang dari tanah suci dan melanjutkan proses kekarantinaan di Pulau Rubiah, Sabang.

Fungsi sebagai Pusat Karantina dan Perlindungan Kesehatan

Namun, selain menjadi alat politisasi, bangunan kekarantinaan tersebut juga berfungsi sebagai pusat cegah tangkal penyakit. Ini adalah tujuan utama dari bangunan kekarantinaan tersebut. Menurut catatan Herman Chambert-Loir dalam buku Naik Haji di Masa Silam 1482-1890 (2013), wabah kolera menyebabkan 15.000 orang di Mekkah meninggal pada tahun 1865. Hingga tahun 1881, karantina secara bertahap mulai dilembagakan demi menghindari penyebaran penyakit. Puncaknya dengan terbentuknya fasilitas karantina haji yang berlokasi di pulau Rubiah Sabang tahun 1911.

Karantina sebenarnya berasal dari bahasa latin yaitu “Quadraginta” yang artinya 40. Angka 40 berasal dari peristiwa isolasi yang dilakukan terhadap penderita penyakit menular selama 40 hari agar tidak menyebar ke orang lain. Tahun 1348 lebih 60 juta penduduk dunia meninggal karena penyakit Pest (dulu dikenal peristiwa Black Death). Tahun 1377 di Roguasa dibuat suatu peraturan bahwa penumpang kapal dari daerah terjangkit pest harus diisolasi di suatu tempat di luar pelabuhan agar bebas dari penyakit tersebut. Ini adalah sejarah tindakan karantina yang pertama dilakukan. Tahun 1383 UU Karantina ditetapkan pertama kali di Marseille Prancis. Tahun 1911 di Indonesia penyakit pest muncul di Surabaya, tahun 1916 muncul pest di Semarang dan tahun 1923 pest muncul dengan masuk melalui pelabuhan Cirebon.

Kolonial Belanda kemudian menerbitkan Quarantine Ordonantie (Staatsblad Nomor 277 tahun 1911), dimana penanganan kesehatan di pelabuhan dilaksanakan oleh Haven Arts (Dokter Pelabuhan) di bawah Haven Master (Syahbandar). Pada waktu itu Haven Art hanya ada dua yaitu di Pulau Rubiah, Sabang dan di Pulau Onrust di Teluk Jakarta. Karantina Haji di Sabang difungsikan Belanda sebagai transit pulang pergi sedangkan Karantina Haji Teluk Jakarta lebih kepada penampungan jamaah haji yang pulang dengan kategori pemberontak, dimana di pulau tersebut juga terdapat penjara dengan beragam ceritanya.

Sebagai pusat kekarantinaan bagi jamaah haji, bangunan karantina haji Sabang tersebut memiliki peran utama dalam mengatur perjalanan ibadah haji bagi umat Islam Indonesia. Bangunan ini bukan hanya tempat transit, tetapi juga menjadi titik awal perjalanan spiritual yang bersejarah bagi ribuan jamaah haji setiap tahunnya. Dari sini, mereka memulai perjalanan menuju tanah suci dengan penuh harap dan keikhlasan.

Selain sebagai pusat kekarantinaan, bangunan tersebut juga dilengkapi dengan fasilitas kesehatan lengkap. Rumah sakit, klinik, dan apotek tersedia di dalam kompleks bangunan karantina untuk memberikan pelayanan medis yang dibutuhkan oleh jamaah haji. Dokter-dokter dan tenaga medis yang terlatih siap sedia untuk memberikan perawatan dan pengobatan kepada mereka yang membutuhkan.

Selain itu, bangunan karantina ini juga dilengkapi dengan fasilitas laundri dan kamar mandi. Sebagai tempat tinggal sementara, bangunan karantina dilengkapi dengan fasilitas penginapan yang nyaman dan aman. Kamar-kamar yang disediakan dilengkapi dengan fasilitas yang memadai untuk memastikan kenyamanan dan keamanan para jamaah haji selama masa kekarantinaan mereka. Tidak ketinggalan, bangunan karantina juga dilengkapi dengan fasilitas listrik dan kebutuhan dasar lainnya seperti air bersih dan makanan.

Peristiwa Penyerangan Jepang

Pada tahun 1942, Jepang menyerang Sabang dan berhasil menduduki kota tersebut pada tanggal 11-12 Maret 1942. Setelah Sabang direbut oleh Jepang, bangunan kekarantinaan haji berubah fungsi menjadi benteng pertahanan Jepang. Bangunan ini menjadi salah satu saksi bisu dari peristiwa-peristiwa penting selama masa pendudukan Jepang di Indonesia.

Berkembang Sebagai Situs Sejarah

Meskipun telah mengalami berbagai perubahan fungsi dan tantangan selama bertahun-tahun, bangunan kekarantinaan di Sabang masih berdiri tegak hingga hari ini. Bangunan ini menjadi salah satu situs sejarah tertua di Indonesia dan menjadi simbol perjuangan masa lalu serta pentingnya upaya perlindungan kesehatan masyarakat. Dengan berbagai perannya, bangunan ini menyimpan banyak cerita dan kenangan dari masa lalu Indonesia.

Hidup Setelah Mati Suri

Sabang, sebuah kota kecil yang terletak di ujung barat Pulau Weh, memiliki sejarah panjang sebagai pusat kekarantinaan penting bagi jamaah haji Indonesia. Namun, masa lalunya hampir terlupakan ketika Jepang menduduki kota ini pada tahun 1942. Bangunan kekarantinaan yang menjadi saksi bisu perjalanan rohani ribuan jamaah haji nyaris terlupakan hingga kemerdekaan Indonesia.

Hingga akhirnya Tahun 1949 pemerintah RI membentuk 5 pelabuhan Karantina yaitu : Pelabuhan Karantina Kelas I di Tanjung Priok, Pelabuhan Karantina Kelas I di Sabang, Pelabuhan Karantina Kelas II di Surabaya, Pelabuhan Karantina Kelas II di Semarang dan Pelabuhan Karantina Kelas III di Cilacap. Inilah awal keberadaan Karantina Kesehatan di Indonesia.

Tahun 1959 Indonesia mengeluarkan PP No.53 tentang penyakit Karantina dan tahun 1962 dibuat UU Karantina No.1 tentang Karantina Laut dan No.2 tentang Karantina Udara. Tahun 1970 terbit SK Menteri Kesehatan No.1025/DD/Menkes/78 tentang pembentukan Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut (DKPL) dan Dinas Kesehatan Pelabuhan Udara (DKPU). Tahun 1978 terbit SK Menkes No.147/Menkes/IV/78 DKPL/DKPU dilebur menjadi Kantor Kesehatan Pelabuhan, dengan Eselon IIIB, yakni 10 KKP Kelas A dan 34 KKP Kelas B. Tahun 1985 terbit SK Menkes No.630/Menkes/XII/85 menggantikan SK No. 147/Menkes/IV/78, Jumlah KKP Kelas B bertambah 2 yaitu Bengkulu dan Dilli sehingga jumlah seluruh KKP menjadi 46. Tahun 2004 terbit SK Menkes No.265/Menkes/SK/III/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan, bahwa klasifikasi KKP berubah menjadi KKP Kelas I, II dan III.

Bencana Membawa Berkah

Setelah peristiwa besar tsunami pada tahun 2004 yang mengguncang Aceh, Aceh bukan hanya menjadi pusat perhatian dunia karena kerusakan yang parah, tetapi juga karena kebutuhan mendesak akan infrastruktur kesehatan yang memadai. Di tengah keprihatinan dan perjuangan untuk memulihkan daerah yang terdampak, kekarantinaan di Sabang kembali dihidupkan dengan dibangunnya bangunan baru.

Dengan semangat membangun kembali Aceh pasca-tsunami, Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias memimpin upaya pembangunan kembali bangunan kekarantinaan di Sabang. Dengan dana dan dukungan yang cukup, sebuah bangunan baru dibangun untuk menampung kebutuhan kekarantinaan modern.

Pada tahun 2007, Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas III Sabang resmi dibuka di Jalan By Pass Km. Cot Ba'U, Kecamatan Sukajaya Sabang. Bangunan baru ini menjadi simbol harapan dan kebangkitan, tidak hanya bagi kota Sabang, tetapi juga bagi Aceh secara keseluruhan.

Berubah Menjadi Balai Kekarantinaan Kesehatan

Seiring tahun berjalan, peraturan demi peraturan silih berganti hingga lahir Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 10 tahun 2023 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Bidang Kekarantinaan Kesehatan terkait Perubahan Nomenklatur KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan) menjadi BKK (Balai Kekarantinaan Kesehatan). Sehingga resmi pada tanggal 1 Januari 2024 KKP Kelas III Sabang berubah menjadi Balai Kekarantinaan Kesehatan Kelas II Sabang.

Dirangkum oleh: Muhammad Yasir, dari berbagai sumber.

Jika anda ingin menonton video sejarah kekarantinaan, silahkan klik link berikut ini: Link Video Sejarah Karantina.